Kali ini ,,,
Perjalanan
menyusuri "Tuan Atas Tanah, Tuan
Atas Jantung" mendapat bala bantuan dari surgawi (begitu peri gosip
menyebut kedatangan om brewok untuk membantu proses pengumpulan data ku kali
ini).
Peri gosip yang
juga memaksa menyebut diri sebagai putri Shanghai dan sering mengaku sebagai
cindy ini menyebut om brewok sebagai bala bantuan dari surgawi karena titik -
titik sulit di daerah penelitian akhirnya ku jangkau bersama om brewok yang
demi secuil pengetahuan alami - pengetahuan yang lahir dari tanah dan langit -
seperti biasa tidak gentar menghadapi badai bahkan hujan petir sekalipun,
apalagi jalanan terjal yang selalu membuatnya memaki tuan Bupati dimanapun
engkau berada.
Kali ini, sakit
hatinya bertambah,,, karena sepulang dari mengunjungi petani di sebuah desa
yang jauh di atas gunung ,,, kami harus pulang mengantar sepeda motor yang kami
pakai ke daerah yang katanya adalah daerah elit, “bupati tinggal disana cuy”
dan jelas saja, tidak bisa disamakan!!! Jalanan ke rumah bupati pasti “hotmix” sementara jalanan ke rumah
dan kebun petani selalu saja “hot damn”.
Ini pelajaran
analisis standar, pertama kali kupelajari di organisasi tempat aku dan putri
Shanghai menempa diri. Jalan dan infrastruktur lainnya hanya “dibagusin” kalau
ada pejabat tinggal disana, berkali – kali turun untuk analisa sosial, selalu
saja kenyataan ini yang ku temui. Mungkin Cuma bisa di rubah, kalau setiap
bupati yang menjabat di paksa buat rumah di kebun - semacam rumah dinas bupati begitulah yang
posisinya jauh di gunung di balik kebun, tapi yang dia punyai ya Cuma rumah
dinas itu, jangan terus malah ekspansi dan membeli lahan disekitarnya. Dan
jalan kebun itu mestinya ada jalur untuk pejalan kaki, binatang – kuda dan
anjing – dan kendaraan. Supaya petani sehat bisa tetap jalan kaki santai ke
kebun dan terhindar dari sakit jantung, dan hubungan petani dengan anjing
penjaga kebun dan kuda pengangkut air tetap terjalin dengan baik.
Soal jalan ini,
memang memancing panas dalam, Ernst Vatter dalam bukunya ata Kiwan sempat
menuliskan tentang pribumi Lamaholot yang “malas” lewat jalan yang di bangun
belanda karena “malas” ketemu belanda yang bisa saja mood nya lagi pengen
nyiksa. Pasalnya:
Masyarakat
pribumi harus bayar pajak 4-5 gulden pertahun oleh laki-laki dewasa yang mampu
bekerja. Dan harus bekerja untuk umum selama 24 hari dalam setahun tiap kampung
(herendienst) terutama untuk membuat dan memelihara jalan. (Vatter, 1984, p. 24)
Diakhir diskusi
dengan om Brewok jelang pilkada Flotim
2017 ini, akhirnya kami putuskan, kami akan sedikit berpikir melepas jubah
golput kalau ada Tuan/Puan Bupati yang mau membangun rumah dinasnya di kebun.
Selain demi memperbaiki jalan ke kebun, juga demi kemerdekaan dari Kebun untuk
sebuah kemerdekaan kaum kecil dari atas meja makan!!!
PSomiKedan
2 Februari 2016
Daftar Pustaka
Vatter, E. (1984). Ata Kiwan.
Ende: Percetakan Arnoldus.
2 komentar:
Ijin posting di grup pemuda werang gere sepupu
Oke sepupu....sip sip
Posting Komentar