Perjalanan kali ini ------penuh cerita, penuh makna, penuh rasa
Saat penyeberangan di Tanah Merah ---kabarnya disebut tanah merah karena dahulu tanahnya pernah sampai berwarna merah akibat darah yang tertumpah karena perang
Bailake----bagian dari adat pada saat orang meninggal--- di Redong
Menunggui Matahari dari atas puncak Ile Boleng---kabarnya di gunung ini dahulu pernah ada perkampungan purba sehingga ada bekas papan congklak yang terbuat dari batu bekas permainan anak-anak purba. Tergantung dari titik mana anda mendaki gunung ini; dari beberapa titik ada yang melarang pendaki membawa segala sesuatu yang bergaram atau makanan asing selain jagung titi, kabarnya kalau larangan ini di langgar akan datang awan tebal yang menjebak kita di puncak gunungnya. Ada juga tradisi mendaki gunung ini yang dilakukan oleh penjaga gunung ini dari kecamatan Ile Boleng.
Pagi hari saat awan baru menutupi langit Adonara; ucapkanlah doa dan mimpi yang indah karena di puncak ini, engkau sangat dekat dengan Ibu-tana ekan dan Bapa-rera wulan mu, hanya awan yang membatasi dan dengan cepat dapat membawa doamu diantara restu tanah dan langit.
Pantai Watotena --- secara harafiah berarti pantai perahu batu, karena bebatuan di pantai ini sangat besar hampir menyerupai kapal
Pasar Tradisional di Witihama, Mirek: yang berarti tempat singgah, dulunya tempat ini hanyalah persinggahan para pembeli dan penjual yang sedianya ber"bisnis" di pasar Waiwuring
Pantai Deri, ada di pinggir jalan bawah, masih satu garis dengan pantai Watotena
Nenek Rinane, sampai sekarang masih setia menanami kebunnya dengan pohon kapas dan memintal kapas dengan tangannya sendiri menjadi benang untuk kemudian di tenun oleh anaknya.
Pertandingan Bola di Koli---penuh debu dan membahayakan kesehatan kamera-baca jantung- anda
Adonara Barat---sangat indah dan tak terjamah---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar